Kamis, 21 Juli 2011

NASKAH KUNO BUK SAKAWAYANA

        Buk Sakawayana, atau disebut juga "Buku Larang",itu hanya sebagian saja daripada isi sebuah naskah,yang kini tersimpan ditempat kediaman penulis,di Dusun/ Desa Serang,Kecamatan Cimalaka,Kabupaten Sumedang.Bagian yang lainya dari naskah tersebut,merupakan semacam "Perimbon"(bhs Sunda; Paririmbon),isinya terdiri dari bermacam-macam hal yang (Untuk sementara penulis menduga) ada hubunganya dengan "ilmu kebatinan".Naskah yang tebalnya hanya 12 lembar itu,berukuran 22,5 x 16,5cm,bahan kertas sejenis "daluang",sedangkan teksnya tertulis (bolak-balik) dengan menggunakan huruf "pegon" (arab -jawa) dan bahasa "jawa-sunda".
        Kecuali naskah tersebut diatas,ditempat kediaman penulis tersimpan pula sejumlah naskah yang lainya,sebuah diantaranya yaitu "Pusaka Ki Sakawayana"berasal dari bahan "pelapah lontar"berukuran 33 x 7cm dan tebal 4 cm,menggunakan huruf dan bahasa "Sunda Buhun",di tulis oleh Dalem Nayapatra Muhara(tanpa tahun),beliau diperkirakan hidup pada masa sebelum kerajaan Pajajaran runtuh (1579 M).
       Pada dasarnya Buk Sakawayana itu meriwayatkan gelar (lahir)nya "Buwana Panca Tengah"(alam dunia) dan "Batara Sakawayana"Diwarnai oleh kepercayaan yang diselimuti suasana islamisasi, khususnya di "Tatar Sunda"(Jawa Barat).Di dalam naskah itu,selain dapat kita telaah deretan silsilah yang disebut"Silsilah Sakawayana"juga,sedikitnya kita dapat ketahui tentang adanya hubungan kekeluargaan antara Pajajaran dengan Sumedang,khususnya dengan Dusun/Desa serang.Demikian makna yang sesungguhnya dariistilah "Sakawayana".
       Dalam bagian yang pertama(riwayat gelarnya alam dunia dan gelarnya Batara Sakawayana),diceritakan bahwa jauh sebelumnya adanya alam dunia seperti yang kita kenal sekarang ini,yang ada adalah "Roh Biru"yaitu alam tempat berkumpulnya roh-roh.Di alam roh mula-mula Allah menciptakan "cahaya" kemudian disusul dengan penciptaan "Sarangenge"(matahari),"Wulan"(bulan),Dan "Bentang-bentang"(Bintang-bintang).Dua belas tahun setelah peristiwa itu,dengan kehendaknya Allah lalu menciptakan  "Taneuh"(Bumi)dan langit yang tebalnya masing-masing"Pitung Lapis"(tujuh lapis).Dijelaskan pula,bahwa bumi yang diciptakan selama lima hari lima malam itu,diletakan secara bergantung tanpa "Cantelan"(penyangga),namun meskipun demikian bumi tetap ditempatnya dan tidak "Murag"(jatuh),karena adanya kekuasaan Allah.Selang enam tahu, kemudian Allah menciptakan dua orang manusia,berasal dari tanah,kedua orang itu diberi nama "Batara Sakawayana"(laki-laki) dan "Batari Paranjitan" (perempuan).Tidak lama setelah kejadian itu,Allah berkenan menata keadaan Bumi,seperti menciptakan Pulau-pulau,Gunung-gunung,Sungai-sungai,"Sagara Gede"(lautan),Sagara Leutik"(danau),Tumbuh-tumbuhan dan berbagai jenis Hewan,dalam kurun waktu sembilan puluh tahun.Seusai menata keadaan bumi,lalu Allah mengutus Batara Sakawayana dan Batari Paranjitan untuk turun ke "Nagara Ajangeun Manusa"(bumi),mereka diberi tugas untuk menjaga dan mengurus keadaan Bumi, serta memperbanyak keturunan.Berjuta tahun kemudian maka munculah seorang tokoh yang bernama "Prabu Haris Maung"atau "Prabu Nusiya Mulya",beliau yang berkuasa di "Nagara Pajajaran"dan dikenal dengan sebutan Sakawayana"karena merupakan keturunan Batara Sakawayana               Pada bagian yang kedua ,yang bertalian dengan "Silsilah Sakawayana",diriwayatkan Prabu Haris Maung menikah dengan nyai mas Ratna Gumilang,berputra seorang laki-laki yang diberi nama"Raden Aji Mantri" atau "Raden Keling Sakawayana".Raden Aji Mantri menikah dengan nyai mas Angkong Larangan,berputra enam orang yaitu :
  1. Santowan Kadang Serang,menikah dengan Apun Ayu Ajeng Jawista,berputra tiga orang laki-laki yaitu Tanduran Sawita atau Kyai Perlaya,Kyai Singamanggala atau Embah Gede,Kyai Tanu Jiwa atau Ki Mas Tanu (yang berputra Raden Mertakara).
  2. Santowan Sawana Buana ,menikah Apun Ayu Ajeng Wanisah,berputra Tanduran Mataram,berputra Kiriyamanggala Sakawayana,berputra Darmamanggala,berputra Antamanggala,berputra Wangsamanggala Sakawayana yang melahirkan keturunan di Serang(Dusun/Desa Serang  Cimalaka-Sumedang).
  3. Santowan Pergong Jaya,menikah dengan Apun Ayu Ajeng Larasati,melahirkan keturunan di Tasik Malaya dan Ciamis.
  4. Santowan Jagabaya,menikah dengan Apun Ayu Ajeng Alisah,berputra empat orang yaitu : Embah Bagi (di Panjalu),Raden Singa Nurun atau Singa Kerta (di Nangtung Sumedang),Raden Naya Manggala atau Naya Penggala dan Apun Pananjung yang mneikah dengan Susuhunan Amangkurat berputra raden Doberes.Adapun Naya Penggala menikah dengan nyai Tanduran Saka berputra dua orang yaitu : Inayapatra dan nyai Mas Unggeng.Inayapatra menikah dengan Embah Putri,berputra Raden Arjawayang,berputra Kyai Aris Surakarta,berputra Kyai Lukman Candra Wisuta,berputra Raden Kanduruan Cakrayuda,berputra Raden Bahinan yang melahirkan keturunan di Bogor.Sedangkan nyai Mas Unggeng berputra Naya yang menjadi "Jagasatru" di Sumedang.
  5. Nyai Ayu Ratna Ayu (di Sumedang).
  6. Nyai Jili atau Jilitahuyu(di sumedang).    
        Dalam bagian silsilah ini disinggung pula tentang nasib keluarga besar Kerajaan Pajajaran,bahwa setelah Kerajaan itu runtuh (Burak Pajajaran),Raja Pajajaran yang bernama Prabu Haris Maung pergi ke Gunung Halimun,sesampainya disana beliau "ilang tanpa Karana"(menghilang tanpa sebab).Sedangkan Raden Aji mantri dengan dikawal oleh empat orang pengawal pribadinya(Embah Pincang,Embah Kapuk,Raden Rajakoras,Suryakancana Wesah)empat orang Senopati Pajajaran (Jaya Perkosa,Terong Peot,Nangganan,Kondanghapa,)dan tiga puluh lima orang prajuritnya pergi ke Negara Sumedanglarang,Raden Aji Mantri bersama keluarga dan empat orang pengawal pribadinya itu menetap di Dusun Serang.Di Dusun tersebut Raden Aji Mantri membangun sebuah "Talaga"(telaga)yang di kenal "Talaga Sakawayana",disekelilingnya ditanami pohon kelapa yang disebut "Kalapa Tujuh"serta di tengah-tengah telaga terdapat "Ci nyusu"(mata air) yang disebut "Leutak Si Balagadama"Raden Aji Mantri "mulih ka jati mulang ka asalna"(meninggal dunia)dalam usia yang sangat tua,di makamkan di sebuah Gunung yang ada di Dusun Serang,makamnya di kenal "makam karamat Gunung Keling"atau "makam karamat Sakawayana".
       Pada bagian akhir,dalam "Titi mangsa"nya disebutkan bahwa Buk Sakawayana"di tulis pada hari kamis 14 Rayagung,tahun Je,Hijriah Nabi SAW 1262,yang menulis Jibah ,mewakili paman,Bapak Kasjan,alamatnya sama di Serang".
       Berdasarkan perhitungan penulis ,Hijrah Nabi Saw 1262 itu sama dengan Masehi 1841 atau tahun 1841 M.Pada masa itu yang memerintah di Kabupaten Sumedang ialah "Panggeran Aria Kusumah Adinata" atau yang lebih dikenal "Panggeran Sugih"(1832-1889 M).Semasa memegang kekuasaanya beliau sering berkunjung ke Dusun Serang untuk bertukar pikiran mengenai  keagamaan(Islam)dengan sahabat-sahabatnya yang ada di Dusun Serang,terutama sekali dengan "Eyang Lurah Wangsadinata"(kepala Desa Serang pertama yang memerintah tahun 1870-1885 M).Untuk lebih mempererat tali persaudaraan di antara mereka,Panggeran Sugih Akhirnya menikah dengan "Enden Ningsih",putri tunggal Eyang Engkung(adik Wangsadinata),dan dari hasil pernikahanya itu beliau dikaruniai seorang putri yang diberi nama"Nyai Raden Domas",selanjutnya berputra tiga orang yaitu :RAden Aom Bajaji,Raden Sule,dan Nyai Raden Emek.Berdasarkan titimangsa di atas ,untuk sementara penulis menduga bahwa Buk Sakawayana itu dikerjakan pada masa pemerintahan Panggeran Aria Kusumah Adinata,disamping itu dengan masuknya Bupati yang dikenal "Sugih Harta"(banyak harta),"Sugih Harti"(banyak ilmu) dan "Sugih Putra"(banyak anak)kedalam jajaran "Keluarga Besar Serang",tidak mustahil beliau akan lebih mengetahui tentang seluk beluk Buk Sakawayanadi Dusun Serang.Sementara itu Jibah yang bertindak selaku penulis Buk Sakawayana,beliau adalah putra dari pasangan suami istri"Sawita"(kakanya Kasjan) dan "Sawijah"(janda dari Mas Ngabehi Jiwa Parana IV,asal kecamatan Wado Sumedang).Setelah Kasjan meninggal ,naskah yang tidak sembarangan dilihat orang itu(Buk Sakawayana/buku larang) secara turun temurun diurus oleh anak cucunya ,dan yang terakhir adalah "Nandang Bin Ata"(64 tahun) namun sehubungan beliau sudah tidak sanggup lagi mengurusnya,naskah tersebut kemudian diserahkan kepada penulis dan hingga saat ini masih dirawat dengan baik.

                                                                                           Transkripsi & Terjemahan 
                                                                                           Oleh : Tutun Anwar M.D
                                                                                           Lembah Gunung Keling
                                                                                           Juli 1997